PENYUSUNAN
ANGGARAN PERUSAHAAN DAN/ATAU ANGGARAN PROYEK PEMBANGUNAN
A. ADMINISTRASI
DALAM ANGGARAN
Administrasi
dalam anggaran merupakan
anggaran yang disusun secara terperinci tentang berapa besarnya biaya
administrasi perusahaan dan biaya lain untuk keperluan secara keseluruhan dari
perusahaan. Biaya administrasi meliputi:
1. Gaji karyawan (termasuk gaji para
manajer).
2. Persediaan kantor (meliputi
pemakaian kertas, tinta pita printer, dan lain-lain).
3. Biaya pemeliharaan gedung (harus di
perhitungkan secara proposional dengan pemakaiannya).
4. Biaya pemeliharaan peralatan kantor
(berdasarkan pemakaian JKL dan penggunaan standar tertentu).
5. Biaya listrik dan air (yang bukan
untuk produksi).
6. Biaya depresiasi (depresiasi gedung,
kantor, perlengkapan, kendaraan,
dan lain-lain).
7. Pembagian biaya bersama.
8. Biaya bersama akan muncul
akibat penggunaan fasilitas secara bersama, contohnya:
a)
Gedung dipakai bagian penjualan.
b)
Bagian
pabrik untuk kantor
administrasi.
Dasar
pembagian biaya bersama:
a)
Gedung didasarkan luas gedung.
b)
Kendaraan didasarkan kilometer
pemakaian dan lain-lain.
9. Penyusutan anggaran biaya
administrasi idasarkan pada sifat biaya :
a)
Biaya
tetap : biaya yang sifatnya tetap seperti depresiasi,
gaji karyawan.
b)
Biaya
variabel : biaya yang sifatnya variabel seperti kertas,
alat tulis, peralatan habis pakai.
c)
Biaya
semi variabel : biaya yang sifatnya semi variabel seperti pemeliharaan gedung.
B. PRINSIP
PENYUSUNAN ANGGARAN PERUSAHAAN
Prinsip-prinsip
dasar yang harus dipenuhi dan ditaati agar suatu anggaran dapat disusun dan
dilaksanakan dengan baik adalah sebagai berikut.
1.
Management Involvement
Keterlibatan
manajemen dalam penyusunan rencana mempunyai makna bahwa manajemen mempunyai
komitmen yang kuat untuk mencapai segala sesuatu yang direncanakan.
2.
Organizational Adaptation
Suatu rencana keuangan harus disusun berdasar struktur organisasi dimana ada ketegasan garis wewenang dan tanggung jawab. Seorang manajer tidak dapat memindahkan tanggungjawab atas suatu pekerjaan walaupun dia dapat melimpahkan sebagian wewenangnya kepada bawahannya.
Suatu rencana keuangan harus disusun berdasar struktur organisasi dimana ada ketegasan garis wewenang dan tanggung jawab. Seorang manajer tidak dapat memindahkan tanggungjawab atas suatu pekerjaan walaupun dia dapat melimpahkan sebagian wewenangnya kepada bawahannya.
3.
Responsibility Accounting
Agar rencana keuangan dapat dilaksanakan dengan baik, maka harus didukung adanya suatu sistem responsibility accounting yang polanya disesuaikan dngan pertanggungjawaban organisatoris.
Agar rencana keuangan dapat dilaksanakan dengan baik, maka harus didukung adanya suatu sistem responsibility accounting yang polanya disesuaikan dngan pertanggungjawaban organisatoris.
4.
Goal Orientation
Penetapan tujuan yang realistis akan menjamin kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang. Jadi konsep management by objective dapat diterapkan
Penetapan tujuan yang realistis akan menjamin kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang. Jadi konsep management by objective dapat diterapkan
5.
Full communication
Suatu perencanaan dan pengendalian dapat berjalan secara efektif apabila antara tingkatan manajemen mempunyai pemahaman yang sama tentang tanggung jawab dan sasaran yang harus dicapai
Suatu perencanaan dan pengendalian dapat berjalan secara efektif apabila antara tingkatan manajemen mempunyai pemahaman yang sama tentang tanggung jawab dan sasaran yang harus dicapai
6.
Realistic Expectation
Dalam perencanaan, manajemen harus menghindari konservatisme dan optimisme yang berlebihan yang menjadikan sasaran tidak dapat dicapai. Jadi manajemen harus menetapkan sasaran yang realistis artinya memungkinkan dapat dicapai
Dalam perencanaan, manajemen harus menghindari konservatisme dan optimisme yang berlebihan yang menjadikan sasaran tidak dapat dicapai. Jadi manajemen harus menetapkan sasaran yang realistis artinya memungkinkan dapat dicapai
7.
Timeeliness
Laporan-laporan berupa informasi mengenai realisasi rencana harus diterima oleh manajer yang berkompeten tepat pada waktunya agar informasi tersebut efektif dan berguna bagi manajemen
Laporan-laporan berupa informasi mengenai realisasi rencana harus diterima oleh manajer yang berkompeten tepat pada waktunya agar informasi tersebut efektif dan berguna bagi manajemen
8.
Flexible Application
Perencanan tidak boleh kaku tetapi harus terdapat celah untuk perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi
Reward and PunishmentPerencanan tidak boleh kaku tetapi harus terdapat celah untuk perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi
Manajemen harus melakukan penilaian kinerja manajer berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan. Jadi manajer yang kinerjanya di bawah atau melebihi standar harus dapat diketahui sehingga pemberian suatu reward ataupun punishment oleh manajemen menjadi transparan.
PEDOMAN PENGADAAN BARANG/JASA UNTUK INSTANSI
PEMERINTAH
Pengadaan
Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian atau Lembaga
atau Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak
identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan. Menurut
Perpres No. 16 Tahun 2018, yang termasuk ke dalam Pengadaan Barang/Jasa adalah
barang, pekerjaan konstruksi, dan jasa konsultasi. Tujuan dari Pengadaan
Barang/Jasa adalah supaya menghasilkan barang atau jasa yang tepat dari setiap
uang yang dibelanjakan dari APBN/APBD dengan prinsip efisien, efektif,
transparan, terbuka, bersaing, adil dan akuntabel.
A. ETIKA PENGADAAN
Pengadaan Barang/Jasa akan mencapai tujuannya apabila
para pelaku pengadaan mematuhi dan melaksanakan etika pengadaan. Berikut etika
pengadaan menurut Perpres No. 16 Tahun 2018:
1. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa
tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan
Pengadaan Barang/Jasa.
2. Bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga
kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah
penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa.
3. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak
langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat.
4. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan
yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis pihak yang terkait.
5. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan
kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung,
yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam Pengadaan Barang/Jasa.
6. Menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran
keuangan negara.
7. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang
dan/atau kolusi.
8. Tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak
menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa
saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan
dengan Pengadaan Barang/Jasa.
B. SANKSI PELANGGARAN
Bagi penyedia barang/jasa yang tidak mengikuti atau
melakukan etika pengadaan maka akan dikenakan sanksi. Sanksi yang diberikan
adalah sebagai berikut:
1. Digugurkan dalam
pemilihan sebagai penyedia. Peserta pemilihan akan dianggap gugur dalam pemilihan
apabila telah mengirim berkas persyaratan palsu dan terindikasi terdapat
persengkokolan terhadap panitia.
2. Jaminan penyedia
akan dicairkan, baik jaminan pelaksanaan atau jaminan pengawasan. Jaminan yang diberikan penyedia saat pelaksanaan atau
pengawasan akan dicairkan oleh panitia pengadaan apabila terbukti melakukan
pelanggaran terhadap kontrak.
3. Masuk ke dalam
daftar hitam panitia pengadaan barang/jasa. Penyedia yang telah masuk ke dalam daftar hitam
panitia pengadaan tidak bisa mengikuti pemilihan penyedia. Durasi penyedia di
dalam daftar hitam tergantung pelanggaran yang dilakukan.
4. Membayar denda dan
ganti rugi sesuai kerugian yang dihasilkan. Selain sanksi yang diterima dari panitia
pengadaan atau instansi pemerintah yang mengeluarkan pengadaan barang/jasa,
para pelanggar juga dapat dilaporkan ke pihak yang berwenang dengan catatan
pelanggaran pidana. Sehingga para penyedia harus mematuhi dan melakukan etika
pengadaan untuk menwujudkan tujuan dari Pengadaan Barang/Jasa di Instansi
Pemerintahan.
TINJAUAN
TENTANG UUJK NO. 18/1999
A. PERATURAN
PERUNDANG UNDANGAN DAN JASA KONSTRUKSI
Pengaturan jasa konstruksi bertujuan
untuk mewujudkan keteraturan dalam tatanan penyelenggaraan jasa konstruksi.
Pengaturan tersebut mengatur segala aspek penyelenggaraan jasa konstruksi yang
berkaitan dengan pekerjaan/proyek konstruksi, pengembangan usaha jasa
konstruksi dan pemberdayaan masyarakat jasa konstruksi.
Salah satu aspek penyelenggaraan jasa
konstruksi yang berkaitan dengan
pekerjaan/proyek konstruksi adalah kegiatan pengadaan jasa pemborongan
konstruksi. Kegiatan pengadaan jasa pemborongan konstruksi diartikan sebagai
kegiatan yang ditujukan untuk menyediakan layanan jasa pemborongan konstruksi
yang berkompeten dalam mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas.
Pengaturan kegiatan pengadaan jasa pemborongan konstruksi dilakukan agar
terdapat kesesuaian antara kompetensi yang dimiliki oleh penyedia jasa
pemborongan konstruksi dengan jenis pekerjaan
konstruksi.
Secara hukum yuridis, bentuk dari suatu
pengaturan dilakukan dengan penetapan berbagai peraturan perundang-undangan.
Peraturan perundang-undangan jasa konstruksi yang berlaku di Indonesia saat ini
adalah Undang-Undang Jasa Konstruksi No. 18 tahun 1999 (UUJK No.18/1999).
Berdasarkan Undang-Undang ini ditetapkan berbagai peraturan pelaksana yang
diterbitkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden
(Keppres), Keputusan Menteri (Kepmen), dan sebagainya.
B. LATAR BELAKANG LAHIRNYA UUJK NO. 18 TAHUN 1999
Pengaturan jasa konstruksi dalam UUJK
No. 18/1999 dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan dan cita-cita luhur jasa
konstruksi dimana dengan adanya UUJK No. 18/1999, jasa konstruksi diharapkan dapat:
a.
Berperan dalam
pembangunan nasional
Disarikan
dari ayat 1 Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999: ”
b.
Terwujud
kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa (disarikan dari
ayat 2 Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999),
c. Terbentuk usaha
yang profesional dan kokoh (disarikan dari ayat 2 Penjelasan Bab I Umum UUJK
No. 18/1999), dan
d. Menghasilkan hasil
pekerjaan konstruksi yang berkualitas dan berfungsi sesuai rencana (disarikan
dari ayat 2 Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999).
Peran jasa konstruksi dalam pembangunan
nasional yaitu melalui kegiatan pembangunan. Yang mana hasil akhir dari
pembangunan adalah bangunan fisik berupa sarana dan prasarana. Peran jasa
konstruksi secara langsung dalam pembangunan nasional yaitu:
a. Mengurangi pengangguran
dengan membuka lapangan kerja bagi tenaga kerja konstruksi yaitu tenaga ahli
dan tenaga terampil
b. Membuka peluang usaha
bagi perusahaan yang bergerak di bidang industri barang dan jasa yang berkaitan
dengan pekerjaan konstruksi
c. Meningkatkan pendapatan
negara melalui sektor konstruksi.
Peran jasa konstruksi secara tidak
langsung adalah mendukung pertumbuhan dan perkembangan bidang ekonomi, sosial
dan budaya melalui hasil pembangunan atau pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Pentingnya peran jasa konstruksi dalam pertumbuhan ekonomi negara sehingga
dibutuhkan pengaturan dalam bentuk Undang-Undang Jasa Konstruksi untuk mengatur
dan memberdayakan jasa konstruksi nasional.
Hal inilah yang menyebabkan pemerintah
berinisiatif menyusun konsep awal Undang-Undang Jasa Konstruksi pada tahun 1988
dan selanjutnya bersama asosiasi jasa konstruksi meneruskan konsep awal
Rancangan Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK) hingga ditetapkannya UUJK pada
tanggal 22 Maret 1999. Keempat latar belakang lahirnya UUJK
No. 18/1999 tersebut di atas saling berhubungan satu dengan lainnya dimana
hubungan ketergantungan yang dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut.
Usaha yang profesional dan kokoh serta
kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan
kewajibannya merupakan syarat untuk menghasilkan konstruksi yang berkualitas
dan berfungsi sesuai rencana. Yang pada akhirnya, melalui hasil konstruksi
tersebut jasa konstruksi dapat berperan dalam pembangunan nasional melalui pertumbuhan
dan perkembangan pada bidang ekonomi, sosial dan budaya.
Usaha yang profesional adalah usaha
yang memiliki keandalan yang tercermin dalam daya saing dan kemampuan
menyelenggarakan pekerjaan konstruksi secara efisien dan efektif serta
bertanggungjawab terhadap hasil pekerjaan konstruksi sesuai dengan
profesi/keahliannya. Usaha yang kokoh adalah bentuk usaha yang memiliki
hubungan kerja atau kemitraan yang sinergis dengan penyedia jasa, baik yang berskala besar,
menengah dan kecil, maupun yang berkualifikasi umum, spesialis dan terampil
(Butir 2 Penjelasan Bab I Umum UUJK No. 18/1999). Usaha yang profesional dan
kokoh adalah bentuk usaha yang dapat bersaing secara sehat baik di dalam negeri
maupun di luar negeri, mampu menyelenggarakan pekerjaan konstruksi secara
efisien dan efektif serta bertanggungjawab terhadap hasil pekerjaannya dan
mempunyai kemitraan antar penyedia jasa dari berbagai klasifikasi dan
kualifikasi usaha secara sinergis. Kemitraan antar penyedia jasa dapat
berbentuk joint venture dan joint operation. Diharapkan dengan usaha
yang profesional dan struktur usaha yang kokoh dapat menghasilkan produk
konstruksi berkualitas dan berfungsi sesuai rencana melalui kegiatan atau
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Dampak dari usaha yang profesional dan
kokoh terhadap hasil pekerjaan konstruksi adalah:
1.
Kemampuan bersaing
(daya saing) secara sehat dalam kegiatan pemilihan penyedia jasa yang meliputi
penilaian/evaluasi kualifikasi dan penawaran dapat menghasilkan penyedia jasa
yang sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi usaha yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pekerjaan konstruksi sehingga pekerjaan konstruksi yang
dihasilkan dapat sesuai kontrak kerja konstruksi.
2.
Tanggung jawab
terhadap hasil pekerjaan konstruksi dilandasi oleh prinsip-prinsip keahlian
sesuai kaidah keilmuan dan kejujuran intelektual. Jika penyedia jasa yang
melaksanakan pekerjaan konstruksi tidak sesuai dengan klasifikasi dan
kualifikasi usaha yang dibutuhkan maka penyedia jasa tersebut tidak dapat
mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya secara profesional sesuai dengan
keahliannya jika terjadi kegagalan bangunan.
3.
Kemitraan yang
sinergis antar penyedia jasa, perusahaan yang melakukan kemitraan adalah
perusahaan-perusahaan memiliki daya saing dan kemampuan untuk menyelesaikan
pekerjaan konstruksi., yang ingin mengembangkan usaha melalui dukungan modal
dan pertanggungan resiko agar dapat memperoleh dan
menyelesaikan pekerjaan konstruksi sesuai dengan kontrak kerja konstruksi.
Maka dapat disimpulkan daya saing dan
kemampuan menyelesaikan pekerjaan konstruksi sesuai kontrak dan
bertanggungjawab terhadap hasil pekerjaan konstruksi dapat meningkatkan
kepercayaan antar penyedia usaha sehingga dapat terwujud kemitraan yang sinergis
antar penyedia jasa baik baik yang berskala besar, menengah dan kecil, maupun
yang berkualifikasi umum, spesialis dan terampil.
C. SUBSTANSI PENTING UU JASA KONSTRUKSI
Yasonna menegaskan bahwa RUU Jasa Konstruksi ini tidak lagi
berorientasi hanya kepada urusan bidang PUPR tetapi mencakup penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi di Indonesia secara utuh. Ia menyampaikan bahwa ada
beberapa substansi penting dalam UU Jasa Konstruksi yang disepakati antara
Pemerintah dan DPR-RI, antara lain:
1.
Adanya pembagian peran
berupa tanggung jawab dan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah dalam penyelenggaraan jasa konstruksi;
2. Menjamin terciptanya
penyelenggaraan tertib usaha jasa konstruksi yang adil, sehat dan terbuka
melalui pola persaingan yang sehat;
3. Meningkatnya peran serta
masyarakat dalam penyelenggaraan jasa konstruksi melalui kemitraan dan sistem
informasi, sebagai bagian dari pengawasan penyelenggaraan jasa konstruksi;
4. Lingkup pengaturan yang
diperluas tidak hanya mengatur usaha jasa konstruksi melainkan mengatur rantai
pasok sebagai pendukung jasa konstruksi dan usaha penyediaan bangunan;
5.
Adanya aspek perlindungan
hukum terhadap upaya yang menghambat penyelenggaraan jasa konstruksi agar tidak
mengganggu proses pembangunan. Perlindungan ini termasuk perlindungan bagi
pengguna dan penyedia jasa dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi. Pada RUU
tentang Jasa Konstruksi yang baru tidak terdapat klausul kegagalan pekerjaan
konstruksi hanya ada klasul kegagalan bangunan. Hal ini sebagai perlindungan antara
pengguna dan penyedia jasa saat melaksanakan pekerjaan konstruksi;
6. Perlindungan bagi tenaga
kerja Indonesia dalam bekerja di bidang jasa konstruksi, termasuk pengaturan
badan usaha asing yang bekerja di Indonesia, juga penetapan standar remunerasi
minimal untuk tenaga kerja konstruksi;
7.
Adanya jaring pengaman
terhadap investasi yang akan masuk di bidang jasa konstruksi;
8.
Mewujudkan jaminan mutu
penyelenggaraan jasa konstruksi yang sejalan dengan nilai-nilai keamanan,
keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan (K4).
D. MANFAAT REVISI UUJK BAGI PARA PEKERJA INDONESIA
Baru-baru
ini revisi Undang-undang jasa konstruksi yang telah berumur lebih dari 17 tahun
telah di setujui oleh pemerintah dan DPR (komisi V). Revisi UUJK
ini di harapkan membawa angin segar bagi sektor konstruksi di tanah air serta
mampu mendongkrak kemampuan daya saing nasional di era persaingan global.
Indonesia,
sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke empat di dunia, mempunyai
sumber daya alam yang melimpah serta posisi yang strategis. Perlindungan hukum
terhadap pekerja indonesia di pasar tanah air sangat minim dirasakan selama
ini.
Menteri
Hukum dan Ham, Yasonna laoly menegaskan bahwa UUJK yang baru ini tidak
berorientasi hanya kepada urusasn bidang PUPR tetapi mencakup penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi di indonesia. Ada 2 poin yang penting di sepakati
menyangkut peran pekerja indonesia antara lain:
1. Adanya perlindungan hukum terhadap yang
menghambat penyelenggaran jasa konstruksi agar tidak mengganggu proses
pembangunan. Perlindungan yang di maksud perlindungan bagi pengguna dan
penyedia jasa konstruksi.
2. Perlindungan bagi tenaga kerja indonesia
dalam bekerja di bidang jasa konstruksi termasuk pengaturan badan usaha asing
yang bekerja di indonesia, juga penerapan standard rumenasi minimal untuk
tenaga kerja indonesia, termasuk mewajibkan penggunaan sertifikat sesuai bidang
keahlian tenaga kerja.
E. SERTIFIKAT UNTUK TENAGA KERJA SESUAI DENGAN
KEAHLIANNYA
Data
di indonesia tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat baru mencapai 600.000
orang (Data - Dirjen Bina Konstruksi) dalam kurun waktu 17 tahun sejak
pengurusan sertifikat mulai diterapkan. Data ini berbanding
terbalik bila di bandingkan dengan jumlah tenaga kerja tercatat di sektor
konstruksi mencapai 5 juta orang. tentu kerja keras dan niat yang kuat di
butuhkan oleh pemerintah untuk menyediakan instruktur dan assesor.
Penerapan
sertifikasi ini membantu daya saing serta tingkat kompentensi dari para
pekerja. di samping itu, perusahaan-perusahaan akan semakin di untungkan
dengan meningkatnya kompetensi dari pekerja yang akan menaikkan
produktivitas dan kapabilitas mereka.
Dengan
tersertifikasi nya tenaga kerja, soal gaji atau bayaran akan di tentukan
minimal rate sehingga di harapkan semakin baik kesejetraaannya.
Sumber:
https://yenypurwantotechnical.wordpress.com/2014/07/10/perencanaan-anggaran-biaya-administrasi/
https://llkpbjaceh.wordpress.com/2010/10/16/kajian-keserasian-undang-undang-jasa-konstruksi-no-18-tahun-1999-dan-keputusan-presiden-no-80-tahun-2003-dalam-pengadaan-jasa-pemborongan-konstruksi-oleh-pemerintah/