Sunday, October 28, 2018

Aspek Hukum dalam Pembangunan, Prioritas Pembangunan Nasional, dan APBN


ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN

A.      ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN
Pada pelaksanaan Jasa Konstruksi harus memperhatikan beberapa aspek hukum:
1.        Keperdataan: menyangkut tentang sahnya suatu perjanjian yang berkaitan dengan kontrak pekerjaan jasa konstruksi, yang memenuhi legalitas perusahaan, perizinan, sertifikasi dan harus merupakan kelengkapan hukum para pihak dalam perjanjian.
2.   Administrasi Negara: menyangkut tantanan administrasi yang harus dilakukan dalam memenuhi proses pelaksanaan kontrak dan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang konstruksi.
3.    Ketenagakerjaan: menyangkut tentang aturan ketenagakerjaaan terhadap para pekerja pelaksana jasa konstruksi.
4.        Pidana: menyangkut tentang tidak adanya sesuatu unsur pekerjaan yang menyangkut ranah pidana.
Mengenai hukum kontrak konstruksi merupakan hukum perikatan yang diatur dalam Buku III KUH Perdata mulai dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata. Pada Pasal 1233 KUH Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari perjanjian persetujuan dan Undang-Undang. Serta dalam suatu perjanjian dianut asas kebebasan dalam membuat perjanjian, hal ini disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yang menerangkan; segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dimana sahnya suatu perjanjian adalah suatu perjanjian yang memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata, mengatur tentang empat syarat sahnya suatu perjanjian yaitu:
1.             Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2.             Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3.             Suatu hal tertentu.
4.             Suatu sebab yang diperkenankan.
Kontrak dalam jasa konstruksi harus memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif tersebut.

B.       KONTRAK KERJA KONSTRUKSI
Pengaturan hubungan kerja konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi. Suatu kontrak kerja konstruksi dibuat sekurang-kurangnya harus mencakup uraian adanya:
1.             Para pihak
2.             Isi atau rumusan pekerjaan
3.             Jangka pertanggungan dan/atau pemeliharaan
4.             Tenaga ahli
5.             Hak dan kewajiban para pihak
6.             Tata cara pembayaran
7.             Cidera janji
8.             Penyelesaian tentang perselisihan
9.             Pemutusan kontrak kerja konstruksi
10.         Keadaan memaksa (force majeure)
11.         Tidak memenuhi kualitas dan kegagalan bangunan
12.         Perlindungan tenaga kerja
13.         Perlindungan aspek lingkungan.
Khusus menyangkut dengan kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual.
Formulasi rumusan pekerjaan meliputi lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan. Rincian lingkup kerja ini meliputi:
1.           Volume pekerjaan, yakni besaran pekerjaan yang harus dilaksanakan
2.   Persyaratan administrasi, yakni prosedur yang harus dipenuhi oleh para pihak dalam mengadakan interaksi
3.           Persyaratan teknik, yakni ketentuan keteknikan yang wajib dipenuhi oleh penyedia jasa
4.   Pertanggungan atau jaminan yang merupakan bentuk perlindungan antara lain untuk pelaksanaan pekerjaan, penerimaan uang muka, kecelakaan bagi tenaga kerja dan masyarakat
5.        Laporan hasil pekerjaan konstruksi, yakni hasil kemajuan pekerjaan yang dituangkan dalam bentuk dokumen tertulis. Sedangkan, nilai pekerjaan yakni mencakup jumlah besaran biaya yang akan diterima oleh penyedia jasa untuk pelaksanaan keseluruhan lingkup pekerjaan. Batasan waktu pelaksanaan adalah jangka waktu untuk menyelesaikan keseluruhan lingkup pekerjaan termasuk masa pemeliharaan.

C.      PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM JASA KONSTRUKSI
Peraturan perundang-undangan dalam jasa konstruksi dapat dijabarkan seperti berikut ini:
1.             Undang-Undang No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
2.             PP No.28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi.
3.             PP No.29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
4.             PP No.30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi.
5.    Kepres RI No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah berikut perubahannya.
6.      Kepmen KIMPRASWIL No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah.
7.       Surat Edaran Menteri PU No.08/SE/M/2006 perihal Pengadaan Jasa Konstruksi untuk Instansi Pemerintah Tahun Anggaran 2006.
8.    Peraturan Menteri PU No. 50/PRT/1991 tentang Perizinan Perwakilan Perusahaan Jasa Konstruksi Asing.


D.        PERMASALAHAN HUKUM DALAM JASA KONSTRUKSI
Hukum dalam jasa konstruksi biasanya tidak luput dari permasalahan-permasalahannya. Berikut permasalahan hukum dalam jasa konstruksi:
1.             Aspek Hukum Perdata
Pada umumnya adalah terjadinya permasalahan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum. Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan (kontrak), baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada 2 (dua) kemungkinan, yaitu:
a.    Karena kesalahan salah satu pihak baik karena kesengajaan maupun karena kelalain
b.  Karena keadaan memaksa (force majeur), jadi diluar kemampuan para pihak, jadi tidak bersalah.
Perbuatan Melawan Hukum adalah perbuatan yang sifatnya langsung melawan hukum, serta perbuatan yang juga secara langsung melanggar peraturan lain daripada hukum. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum, yang diatur pada Pasal 1365 KUHPerdata (pasal 1401 BW Belanda) hanya ditafsirkan secara sempit. Perbuatan Melawan Hukum” itu adalah tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain yang timbul karena Undang-Undang (onwetmatig).
KUHPerdata dipastikan memang tidak mendefinisikan dan merumuskan Perbuatan Melawan Hukum. Perumusannya, diserahkan kepada doktrin dan yurisprudensi. Pasal 1365 KUHPerdata hanya mengatur barang siapa melakukan perbuatan melawan hukum harus mengganti kerugian yang ditimbulkannya.
2.             Aspek Hukum Pidana
Bila terjadi cidera janji terhadap kontrak, yakni tidak dipenuhinya isi kontrak, maka mekanisme penyelesaiannya dapat ditempuh sebagaimana yang diatur dalam isi kontrak karena kontrak berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang memembuatnya. Hal ini juga dapat dilihat pada UUJK pada bab X yang mengatur tentang sanksi dimana pada pasal 43 ayat (1), (2), dan (3).
Yang secara prinsip isinya sebagaimana berikut, barang siapa yang merencanakan, melaksanakan maupun mengawasi pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi (saat berlangsungnya pekerjaan) atau kegagalan bangunan (setelah bangunan diserahterimakan), maka akan dikenai sanksi pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima persen) untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak untuk perencanaan dan pengawasan, dari pasal ini dapat dilihat penerapan Sanksi pidana tersebut merupakan pilihan dan merupakan jalan terakhir bilamana terjadi kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan karena ada pilihan lain yaitu denda.
Dalam hal lain memungkinkan terjadinya bila tidak dipenuhinya suatu pekerjaan sesuai dengan isi kontrak terutama merubah volume dan matrial memungkinkan terjadinya unsur Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan, yaitu yang diatur dalam:
a.              Pasal 378 KUHP (penipuan)
“ Barang siapa dengan maksud untuk mengantungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hokum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun”.
b.             Pasal 372 KUHP (penggelapan)
“ Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki suatu benda yag seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp.900,-“
Persoalannya selama ini cidera janji selalu dikaitkan dengan tindak pidana korupsi dalam hal kontrak kerja konstruksi untuk proyek yang dibiayai uang negara baik itu APBD atau APBN dimana cidera janji selalu dihubungkan dengan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga UU No 20 Tahun 2001, Pasal 2 ayat (1) yang menjelaskan unsur-unsurnya adalah:
1)      Perbuatan melawan hukum.
2)    Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
3)    Merugikan keuangan Negara atau perekonomian.
4)  Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Dalam kasus pidana korupsi unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana pasal tersebut harus dapat dibuktikan secara hukum formil apakah tindakan seseorang dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum sehingga dapat memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat menyebabkan kerugian keuangan Negara dan perekonomian Negara.
Kemudian institusi yang berhak untuk menentukan kerugian Negara dapat dilihat di UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dalam Pasal 10 ayat (1) UU BPK yang menyebutkan: BPK menilai dan atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.
Jika BPK menemukan kerugian Negara tetapi tidak ditemukan unsur pidana sebagaimana UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 Tahun 2001, maka aparat penyidik dapat memberlakukan pasal 32  ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 yaitu: Dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan.
Pasal ini memberikan kesempatan terhadap gugatan perdata untuk perbuatan hukum yang tidak memenuhi unsur tindakpidana korupsi, namun perbuatan tersebut dapat dan / atau berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan apabila terjadi kerugian negara maka upaya penuntutan tindak pidana korupsi bukan merupakan satu-satunya cara, akan tetapi ada cara penyelesaian yang lain yaitu cara penyelesaian masalah melalui gugatan perdata.
3.             Aspek Sanksi Administratif
Sanksi administratif yang dapat dikenakan atas pelanggaran Undang-Undang Jasa Konstruksi yaitu:
a.   Peringatan tertulis.
b.   Penghentian sementara pekerjaan konstruksi.
c.    Pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi.
d.  Larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi dikenakan bagi pengguna jasa.
e.      Pembekuan Izin Usaha dan atau Profesi.
f.      Pencabutan Izin Usaha dan atau Profesi.





PRIORITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
  
A.      URAIAN UMUM
Pembangunan nasional adalah usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan nasional dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan kehidupan masyarakat Indonesia yang sejahtera, lahiriah maupun batiniah. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia merupakan pembangunan yang berkesinambungan, yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Agar pembangunan yang dilaksanakan lebih terarah dan memberikan hasil dan daya guna yang efektif bagi kehidupan seluruh bangsa Indonesia maka pembangunan yang dilaksanakan mengacu pada perencanaan yang terprogram secara bertahap dengan memperhatikan perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu pemerintah merancang suatu perencanaan pembangunan yang tersusun dalam suatu Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), dan mulai Repelita diuraikan dalam suatu Repeta (Rencana Pembangunan Tahunan), yang memuat uraian kebijakan secara rinci dan terukur tentang beberapa Propenas (Program Pembangunan Nasional). Rancangan APBN tahun 2001 adalah Repeta pertama dari pelaksanaan Propenas yang merupakan penjabaran  GBHN 1999-2004.


Berdasarkan   kondisi   umum   dan   arah   kebijakan   dalam   GBHN   1999-2004, dapat diidentifikasikan lima permasalahan pokok yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini. Permasalahan-permasalahan pokok tersebut adalah sebagai berikut:
1.             Merebaknya Konflik Sosial dan Munculnya Gejala Disintegrasi Bangsa.
Pada masa orde baru, kekuasaan eksekutif yang terpusat dan tertutup dibawah kendali lembaga kepresidenan menyebabkan disfungsinya lembaga-lembaga dalam masyarakat yang menimbulkan gejala-gejala praktik penyalah gunaan kewenangan. Hal tersebut yang membuat pemerintah pusat dan daerah memiliki jarak kesenjangan yang cukup jauh, sehingga muncul ketidakpuasan masuarakat kepada pemerintahan yang mengakibatkan munculnya gejala disintegritas bangsa seperti Papua dan Aceh.
2.             Lemahnya penegakkan hukum dan HAM.
Lemahnya penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM), antara lain, disebabkan oleh belum dilaksanakannya pembangunan hukum yang komprehensif. Intensitas peningkatan produk peraturan perundang-undangan, dan peningkatan kapasitas aparatur penegak hokum serta sarana dan prasarana hukum pada kenyataannya tidak diimbangi dengan peningkatan integritas moral dan profesionalitas aparat penegak hukum, kesadaran, dan mutu pelayanan publik di bidang hukum kepada masyarakat.
3.             Lambatnya pemulihan ekonomi.
Lambatnya pemulihan ekonomi ini disebabkan karena penyelenggaraan negara dibidang ekonomi memiliki asas terpusat yg terlalu banyak diikut campur tangani oleh pusat sehingga penyelenggaraan negara di bidang ekonomi tidak berada ditangan rakyat dan kesenjangan ekonomi antara pussat dan daerah, antar daerah dan antar pelakutelah meluas ke seluruh aspek kehidupan yang mengakibatkan monopoli pemusatan ekonomi ditangan sekelompok kecil masyarakat.

4.     Rendahnya kesejahteraan rakyat, meningkatnya penyakit social dan lemahnya ketahanan budaya nasional.
Tingkat kesejahteraan masyarakat baik secara materil dan spriritual belum memadai sejak krisis ekonomi. Krisis ekonomi menurunkan pendapatan masyarakat dan meningkatkan jumlah masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan. Hal tersebut yang menciptakan menurunnya kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat yang mengakibatkan penyakit social meningkat dan lemahnya ketahanan budaya nasional.
5.             Kurang berkembangnya kapasitas pembangunan daerah dan masyarakat.
Sentralisasi kekuasaan terutama di bidang politik dan ekonomi serta terbatasnya suatu daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri mendorong kapasitas pembangunan daerah kurang berkembang. Hal tersebut mengakibatkan kesenjangan amtara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sehingga menutup kreatifitas masyarakat untuk berkembang.

B.      PRIORITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
Prioritas pembangunan nasional disusun untuk melaksanakan misi yang telah digariskan GBHN 1999-2004 guna mewujudkan visi pembangunan nasional. Prioritas ini disusun berdasarkan pengalaman membangun pada masa lalu dan berbagai kemungkinan perkembangan dimasa yang akan datang. Dengan mempertimbangkan permasalahan pokok yang dihadapi oleh Indonesia, Propenas menyusun lima prioritas pembangunan nasional, yaitu:
1.  Membangun sistem politik yang demokratis serta mempertahankan persatuan dan kesatuan Bangsa.
2.   Mewujudkan suprenasi hokum dan pemerintahan yang baik.
3.  Mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan yang berdasarkan ekonomi kerakyatan.
4.   Membangun kesejahteraan rakyat dan meningkatkan kualitas kehidupan dan ketahanan budaya.
5.   Meningkatkan pembangunan daerah.

C.       KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM INFRASTUKTUR
Infrastruktur merupakan salah satu motor pendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan daya saing di dunia internasional, disamping sektor lain seperti minyak dan gas bumi, jasa keuangan dan manufaktur. Melalui kebijakan dan komitmen pembangunan infrastruktur yang tepat, maka hal tersebut diyakini dapat membantu mengurangi masalah kemiskinan, mengatasi persoalan kesenjangan antar-kawasan maupun antar-wilayah, memperkuat ketahanan pangan, dan mengurangi tekanan urbanisasi yang secara keseluruhan berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan infrastruktur mempunyai manfaat langsung untuk peningkatan taraf hidup masyarakat dan kualitas lingkungan, karena semenjak tahap konstruksi telah dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekaligus menggerakkan sektor riil. Sementara pada masa layanan, berbagai multiplier ekonomi dapat dibangkitkan melalui kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur. Infrastruktur yang telah terbangun tersebut pada akhirnya juga memperbaiki kualitas permukiman dan lingkungan. Dengan demikian, pembangunan infrastruktur sebagai salah satu kebijakan pemerintah pada dasarnya dimaksudkan untuk mencapai 3 (tiga) strategic goals yaitu:
1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan dan memperluas lapangan kerja;
2.    Meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota dan desa, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran pusat-pusat pertumbuhan ekonomi desa dan meningkatkan akses infrastruktur bagi pertumbuhan ekonomi lokal;
3.  Meningkatkan kualitas lingkungan, yang bermaksud untuk mengurangi luas kawasan kumuh, perdesaan, daerah perbatasan, kawasan terpencil, dan pulau-pulau kecil.





ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN)

A.            FUNGSI DAN PERAN APBN
Berikut ini adalah beberapa fungsi dan peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN):
1.       APBN sebagai alat mobilisasi dana investasi, APBN di negara-negara sedang berkembang adalah sebagai alat untuk memobilisasi dana investasi dan bukannya sebagai alat untuk mencapai sasaran stabilisasi jangka pendek. Oleh karena itu besarnya tabungan pemerintah pada suatu tahun sering dianggap sebagai ukuran berhasilnya kebijakan fiskal baik pengeluaran maupun penerimaan pemerintah mempunyai pengaruh atas pendapatan nasional. Pengeluaran pemerintah dapat memperbesar pendapatan nasional (expansionary), tetapi penerimaan pemerintah dapat mengurangi pendapatan nasional (contractionary).
2.             APBN sebagai alat Stabilisasi Ekonomi,
1)     Pemerintah menentukan beberapa kebijaksanaan di bidang anggaran belanja dengan tujuan mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Anggaran belanja dipertahankan agar seimbang dalam arti bahwa pengeluaran total tidak melebihi penerimaan total     
2)        Tabungan pemerintah diusahakan meningkat dari waktu ke waktu dengan tujuan agar mampu menghilangkan ketergantungan terhadap bantuan luar negeri sebagai sumber pembiayaan pembangunan.
3)  Basis perpajakan diusahakan diperluas secara berangsur-angsur dengan cara mengintensifkan penaksiran pajak dan prosedur pengumpulannya  .
4)    Prioritas harus diberikan kepada pengeluaran-pengeluaran produktif pembangunan, sedang pengeluaran-pengeluaran rutin dibatasi. Subsidi kepada perusahaan-perusahaan negara dibatasi.
5)       Kebijaksanaan anggaran diarahkan pada sasaran untuk mendorong pemanfaatan secara maksimal sumber-sumber dalam negeri.

B.       STRUKTUR DAN SUSUNAN APBN
Struktur APBN terdiri dari pendapatan negara dan hibah, belanja negara, keseimbangan primer, surplus/defisit, dan pembiayaan. Sejak Tahun 2000, Indonesia telah mengubah komposisi APBN dari T-account menjadi I-account sesuai dengan standar statistik keuangan pemerintah, Government Finance Statistics (GFS). Pada T-account, pinjaman proyek bersifat in-out yaitu masuk dalam penerimaan negara sebagai penerimaan pembangunan dan juga masuk dalam pengeluaran negara sebagai pengeluaran pembangunan, sedangkan pada I-account pinjaman proyek dimasukkan dalam pembiayaan anggaran. Selain itu pembayaran bunga dan cicilan utang pada T-account dijadikan satu dalam pengeluaran  rutin, sedangkan pada  I-account pembayaran  bunga utang dan cicilan utang terpisah, yaitu pembayaran bunga utang termasuk dalam belanja negara (Belanja Pemerintah Pusat), sedangkan pembayaran utang atau pembayaran cicilan pokok  termasuk dalam pembiayaan anggaran. Akibatnya untuk tahun yang sama jumlah penerimaan maupun pengeluaran pada APBN format T-account berbeda dengan APBN format I-account, namun secara kumulatif jumlahnya sama.
1.             Pendapatan Negara dan Hibah.
Penerimaan APBN diperoleh dari berbagai sumber. Secara umum yaitu penerimaan pajak yang meliputi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan Pajak lainnya, serta Pajak Perdagangan (bea masuk dan pajak/pungutan ekspor) merupakan sumber penerimaan utama dari APBN. Selain itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) meliputi penerimaan dari sumber daya alam, setoran laba BUMN, dan penerimaan bukan pajak lainnya, walaupun memberikan kontribusi yang lebih kecil terhadap total penerimaananggaran, jumlahnya semakin meningkat secara signifikan tiap tahunnya berbeda dengan sistem penganggaran sebelum tahun anggaran 2000, pada sistem penganggaran saat ini sumber-sumber pembiayaan (pinjaman) tidak lagi dianggap sebagai bagian dari penerimaan. Dalam pengadministrasian penerimaan negara, departemen atau lembaga tidak boleh menggunakan penerimaan yang diperolehnya secara langsung untuk membiayai kebutuhannya. Beberapa pengeculian dapat diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait.
2.             Belanja Negara
Belanja negara terdiri atas anggaran belanja pemerintah pusat, dana perimbangan, serta dana otonomi khusus dan dana penyeimbang. Sebelum diundangkannya UU No. 17/2003, anggaran belanja pemerintah pusat dibedakan atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. UU No. 17/2003 mengintrodusing uniffied budget sehingga tidak lagi ada pembedaan antara pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK). Sementara itu, dana otonomi khusus dialokasikan untuk provinsi Daerah Istimewa Aceh dan provinsi Papua.
3.             Keseimbangan  Primer
Keseimbangan primer adalah penerimaan negara dikurangi dengan belanja negara tetapi di luar pembayaran bunga utang.
4.             Defisit dan atau Surplus
Defisit dan atau surplus merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Pengeluaran yang melebihi penerimaan disebut defisit; sebaliknya, penerimaan yang melebihi pengeluaran disebut surplus. Sejak Tahun 2000, Indonesia menerapkan anggaran defisit menggantikan anggaran berimbang dan dinamis yang telah digunakan selama lebih dari tiga puluh tahun. Dalam tampilan APBN, dikenal dua istilah defisit anggaran, yaitu: keseimbangan primer (primary balance) dan keseimbangan umum (overallbalance). Keseimbangan primer adalah total penerimaan dikurangi belanja tidak termasuk pembayaran bunga. Keseimbangan umum adalah total penerimaan dikurangi belanja termasuk pembayaran bunga.
5.             Pembiayaan
Pembiayaan diperlukan untuk menutup defisit anggaran. Beberapa sumber pembiayaan yang penting saat ini adalah: pembiayaan dalam negeri (perbankan dan non perbankan) serta pembiayaan luar negeri (netto) yang merupakan selisihantara penarikan utang luar negeri (bruto) dengan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri.

C.         PRINSIP-PRINSIP DALAM APBN
Sejak Orde Baru mulai membangun, APBN kita disusun atas dasar tiga prinsip: prinsip anggaran berimbang (balance budget), prinsip anggaran dinamis dan prinsip anggaran fungsional. Masing-masing prinsip ini dapat diukur dengan cara perhitungan tertentu (Susento, 1995). Namun sejak tahun 1999 tidak lagi digunakan prinsip anggaran berimbang dalam menyusun APBN. APBN disusun berdasarkan prinsip anggaran defisit. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut.
1.             Prinsip Anggaran Defisit
Bedanya dengan prinsip anggaran berimbang adalah bahwa pada anggaran defisit ditentukan:
a. Pinjaman LN tidak dicatat sebagai sumber penerimaan melainkan sebagai sumber pembiayaan.
b.  Defisit anggaran ditutup dengan sumber pembiayaan dalam negeri + sumber pembiayaan luar negeri (bersih).
2.             Prinsip Dinamis
a.     Anggaran dinamis absolut, yaitu peningkatan jumlah tabungan pemerintah dari tahun ke tahun sehingga kemampuan untuk menggali sumber dalam negeri bagi pembiayaan suatu pembangunan dapat tercapai.
b.      Anggaran dinamis relatif, yaitu semakin kecilnya persentase ketergantungan pembiayaan terhadap pinjaman luar negeri.
3.             Prinsip fungsional
Anggaran fungsional berarti bahwa bantuan atau pinjaman LN hanya berfungsi untuk membiayai anggaran belanja pembangunan (pengeluaran pembangunan) dan bukan untuk membiayai anggaran belanja rutin. Prinsip ini sesuai dengan azas “bantuan luar negeri hanya sebagai pelengkap” dalam pembiayaan pembangunan. Artinya semakin kecil sumbangan bantuan atau pinjaman luar negeri terhadap pembiayaan anggaran pembangunan, maka makin besar fungsionalitas anggaran.
Adapun prinsip-prinsip dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah sebagai berikut ini:
1.             Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
a.      Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
b.     Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
c.      Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.
2.             Berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:
a.       Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
b.      Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
c.      Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.







Sumber:
http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-pembangunan-nasional-definisi.html
http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/05/makalah-apbn-indonesia.html
http://ilmuef.blogspot.com/2015/12/struktur-dan-susunan-apbn.html
https://contohdanfungsi.blogspot.com/2013/03/prinsip-prinsip-dalam-apbn.html