MAKALAH
KONFLIK
ETNIS ACEH DAN ETNIS JAWA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar
Dibimbing oleh Emilianshah Banowo
Disusun oleh :
Subki Maula Fatah NPM. 16315689
Kelas: 1TA03
FAKULTAS
TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015
Kata Pengantar
Puji
Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
yang telah memberikan berkah, rahmat dan karunia-Nya. Karena itulah penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konflik Etnis Aceh dan Etnis Jawa” untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ilmu Sosial Dasar.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun, guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman
bagi penulis untuk lebih baik di masa yang akan datang.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, terutama kepada Bapak Emiliansah
Banowo selaku dosen mata kuliah Ilmu Sosial Dasar yang telah memberikan
pengarahan dan dorongan dalam menyelesaikan makalah ini.
Depok, Desember 2015
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Seperti yang telah diketahui Indonesia merupakan
negara yang memiliki sumber daya yang melimpah, baik sumber daya alam maupun
sumber daya manusianya. Beragam suku bangsanya pun tak luput dari kekayaan
negeri ini. Semakin beranekaragam suku bangsa semakin menambah warisan budaya
dari negara tersebut. Akan tetapi, keanekaragaman tersebut bagai pisau bermata
dua. Dapat semakin menambah keindahan dari suatu negara atau dapat pula
meningkatkan timbulnya pergesekan-pergesekan antar perbedaan yang biasa disebut
dengan konflik.
Konflik yang terjadi bermacam-macam. Konflik dapat
terjadi dalam segala bidang, antara lain dalam bidang politik, ekonomi, hukum,
etnis, sosial dan budaya. Bahkan bidang keagamaan pun tak luput dari adanya
konflik. Beragam konflik yang dapat terjadi tersebut tentu bukan kabar baik
bagi negara yang memiliki keanekaragaman yang banyak. Namun, mau tidak mau
itulah risiko yang harus dihadapi.
Di Indonesia, salah satu konflik yang banyak terjadi
adalah konflik etnis. Mulai dari barat sampai timur Indonesia pernah mengalami
konflik etnis ini. Konflik Singkil di Aceh, konflik Sampit di Kalimantan,
konflik Luwu di Sulawesi, konflik antara Aceh dengan Jawa, dan masih banyak
lagi konflik-konflik yang lainnya.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut.
1. Bagaimana proses terjadinya konflik Etnis
Aceh dan Jawa?
2. Bagaimana langkah yang dilakukan oleh
pemerintah untuk menangani konflik Etnis Aceh dan Jawa?
1.3 Tujuan
Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui proses terjadinya konflik Etnis
Aceh dan Jawa.
2. Mengetahui langkah yang dilakukan oleh
pemerintah untuk menangani konflik Etnis Aceh dan Jawa.
1.4 Manfaat
Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dalam penulisan makalah ini antara lain:
1. Bagi penulis pembuatan makalah ini dapat
meningkatkan kemampuan ketatabahasaan dalam pembuatan karya tulis.
2. Bagi pembaca penulisan makalah ini dapat
menambah wawasan tentang konflik yang terjadi antara Etnis Aceh dengan Jawa dan
cara untuk menangani konflik tersebut.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Proses
Terjadinya Konflik Etnis Aceh dan Jawa
Konflik
antar etnis selalu saja mencari akarnya pada persoalan sosial ekonomi dan
budaya seperti halnya konflik Aceh. Studi yang dilakukan oleh peneliti
menunjukkan bahwa akar dari semua konflik yang terjadi di Aceh merupakan
persoalan ketidakadilan sosial ekonomi dalam proses pemabangunan serta
serangkaian tuntutan janji atas hak-hak istimewa yang tidak teralisasi. Beberapa
unsur besar tersebut merupakan alasan yang paling logis dibalik catatan
perjalanan konflik di Aceh, Namun demikian, terdapat salah satu bagian
terpenting yang menggoreskan fakta sejarah dibalik konflik serta pertikaian
yang terjadi dikemudian hari di Aceh. Yakni kebencian suku bangsa Aceh terhadap
suatu etnik tertentu, yakni suku Jawa. Memang hal ini sangat jarang dikaitkan
sebagai faktor pemicu munculnya konflik Aceh, dan orang cenderung mengabaikan
fakta ini. akan tetapi sejarah telah membuktikannya.
Awal
kebencian Etnis Aceh terhadap Etnis Jawa terjadi ketika Indonesia masih dalam
bentuk kerajaan-kerajaan. Saat itu Kerajaan Samudra Pasai yang berasal dari
Aceh diserang oleh Kerajaan Majapahit yang pada dasarnya merupakan kerajaan
terbesar di Jawa. Sejak peristiwa tersebut rakyat Aceh menyatakan perang
terhadap kerajaan Jawa. Hal ini merupakan bagian kecil dari catatan sejarah mengenai
hubungan awal antara Aceh dengan Jawa yang ditandai dengan konflik. Meskipun
pada periode tahun-tahun berikutnya kedua etnis ini nyaris tidak pernah
melakukan kontak fisik berupa perang dan mulai membangun hubungan melalui
bidang penyebaran agama dan perdagangan.
Konflik kembali
muncul ketika Aceh tidak masuk ke dalam 10 provinsi yang dibentuk oleh Dewan
menteri Republik Indonesia Serikat (RIS). Setelah tidak ditetapkannya Aceh
sebagai provinsi dalam RIS, kemudian perdana menteri M.Natsir mengumumkan
keputusan pembubaran provinsi Aceh. Kejadian ini membuat rakyat Aceh merasa
dikhianati oleh Jawa (demikian orang Aceh menyatakan identitas pemerintah
Indonesia). Pasalnya, Aceh yang telah membantu dalam terciptanya kemerdekaan
Indonesia merasa tidak dihargai oleh pemerintah. Pengkhianatan tersebut
memunculkan sebuah gerakan pemberontakan yang dikenal dengan nama DI/TII. Namun
pada bulan April 1957, tuntutan masyarakat Aceh tentang hak menerapkan syariat
Islam serta daerah otonomi khusus ditindaklanjuti oleh pemerintah Soekarno.
Kemudian ditandatangani perjanjian atau ikrar Lam The sehingga mengakhiri
gerakan pemberontakan DI/TII.
Pada
tanggal 30 September tahun 1965, tak lama setelah Aceh kembali bergabung
kedalam NKRI dengan pemeberian status Daerah Istimewa, terjadi kudeta politik
yang dilakukan oleh Soeharto terhadap Soekarno dengan tuduhan ia terlibat dalam
PKI dan memanfaatkan momentum krisis ekonomi dan politik. Setelah
Soeharto berkuasa ternyata ia membuat kebijakan yang sangat sentralistik.
Daerah istimewa yang dijanjikan dahulu tidak pernah ditepati dan bahkan
dilupakan. Kekecewaan rakyat Aceh terhadap orang Jawa diperkuat oleh penemuan
sumber cadanagan minyak dan gas alam terbesar pada tahun 1971 di Lhokseumawe.
Empat tahun kemudian Mobil Oil Indonesia perusahaan raksasa yang bermarkas di
Amerika serikat diberikan hak untuk mengeksploitasinya. Sehingga kemudian
disusul oleh beridirinya perusahaan-perusahaan industri besar seperti PT. PIM,
PT AAF, PT KKA dan sejumlah industri hilir lainnya. Meskipun Aceh telah ditetapkan
sebagai kawasan ZIL (zona industri Lhoseumawe) namun keuntungan tidak pernah
dirasakan oleh rakyat Aceh. Aceh tetap miskin dan masyarakatnya tetap hidup
dalam kemiskinan. Seluruh keuntungan mengalir ke pusat. Ekspansi besar-besaran
tenaga kerja asing terjadi. Sebagian besar birokrat serta posisi-posisi penting
didalam pemerintahan di Aceh dikuasai dan didominasi oleh orang Jawa maka
semakin menumbuhkan kebencian orang-orang Aceh terhadap orang jawa.
Kekecewaan
demi kekecewaan dirasakan oleh orang Aceh akibat pengkhianatan yang dilakukan
oleh Jakarta membuat orang Aceh menyimpan dendam teramat dalam terhadap
orang-orang jawa. Puncaknya adalah, lahirnya kembali sebuah gerakan perlawanan
yang diberi nama ASLNF (Aceh Sumatera Liberation Front) atau yang sering
disebut Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang diproklamirkan oleh Hasan Tiro pada
tanggal 4 Desember 1976. Sebuah gerakan perlawanan terhadap pemerintah
Indonesia yang oleh orang Aceh menyebutnya pemerintahan Jawa.
Meskipun
perlawanan ini dilatarbelakangi oleh aspek politik, Agama dan ekonomi, yaitu
penentuan hak otonomi serta eksploitasi hasil Alam yang timpang sehingga
membuat orang-orang Aceh tetap berada dibawah garis kemiskinan meskipun kaya
akan sumberdaya Alam, serta janji pemerintah atas penerapan syariat Islam di
Aceh yang urung terealisasi. namun disamping itu pula, perjuangan ini
didasarkan atas kebencian terhadap etnis jawa. Bagi orang Aceh, NKRI adalah
milik bangsa Jawa. Karena fakta politik dimasa orde baru etnis jawa mendominasi
struktur pemerintahan. GAM membangun rasa benci dengan memanfaatkan sentimen
etnis tersebut. Orang jawa merupakan musuh Historis bagi rakyat Aceh.
Dalam hal ini, Hasan Tiro membangkitkan kembali sejarah penajajahan Majapahit
terhadap Kerajaan Samudera Pasai sehingga permusuhan dengan pihak Jawa
merupakan garis merah atas apa yang terjadi pada masa lalu pada bangsa Aceh.
Seiring perjalanan waktu, intensitas perang semakin meningkat.
Namun
disisi lain, pemerintah penguasa Orde baru sedang giat-giatnya merealisasikan
program pembangunan serta penyebaran Transmigrasi terutama yang berasal dari
pulau jawa yang kemudian ditempatkan didaerah-daerah. Tak sedikit Transmigaran
yang berasal dari pulau jawa membangun pemukiman-pemukiman baru di Aceh. Hal
ini semakin menambah kemarahan orang Aceh terhadap Jawa dan tak jarang selama
kurun waktu tahun 80-90-an para Transmigran menjadi sasaran amarah masyarakat
Aceh terutama sekali GAM. Para transmigran banyak yang mendapat perlakuan tidak
manusiawai mulai dari penganiayaan, penculikan terhadap etnis Jawa pembakaran
rumah hingga kehilangan nyawa. Hal ini yang kemudian membuat orang-orang Jawa
transmigran merasa terancam hidupnya dan bahkan kebanyakan dari mereka memilih
keluar dari Aceh.
Ketika
itu orang Aceh sanagat membenci orang Jawa. Bagi orang Aceh, jawa adalah bangsa
pengkhianat, meskipun sebenarnya yang patut dibenci adalah oknum pemerintah
Indonesia, yang dominan di tempati oleh orang-orang yang beretnis Jawa, namun
para transmigran pula tak luput dari teror serta ancaman dan intimidasi. Karena
orang Aceh beranggapan, semua orang jawa adalah penipu, sehingga
orang-orang Aceh terutama GAM, telah mempersepsikan atau memaknai negatif
secara umum terhadap etnis Jawa.
2.2 Langkah yang
Dilakukan oleh Pemerintah untuk Menangani Konflik Etnis Aceh dan Jawa
Setelah
melakukan perlawanan selama kurang lebih 30 tahun lamanya yang mengorbankan
ribuan nyawa baik dikedua belah pihak dan terutama sekali rakyat sipil akhirnya
pihak-pihka berkonflik yakni GAM dan RI bersepakat melakukan genjatan senjata
dan menempuh jalur damai untuk menyelesaikan konflik. Untuk menghindari
jatuhnya kembali korban dari rakyat sipil. Terlebih ketika itu tanggal 26
Desember tahun 2004 Aceh dilanda musibah Gempa dan Tsunami sehingga pihak-pihak
berkonflik didesak untuk mengakhiri perang.
Pada
Agustus 2005 pihak pemerintah Indonesia dan GAM bersepakat menandatangani
perjanjian damai di Helsinki Finlandia, yang kemudian melahirkan nota
kesepahaman bersama atau yang biasa dikenal MoU Helsinki. Akan tetapi, setelah
damai pun sikap sentimen terhadap etnis Jawa pun tetap ditunujukan oleh orang
Aceh. Bukti nyatanya adalah, masih terjadinya tindak kekerasan dan pembunuhan
terhadap etnis Jawa yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu meskipun bukan
dilatarbelakangi oleh faktor etnisitas, namun tetap orang Jawa yang menjadi
sasarannya. Meskipun kini, eskalasi kebencian telah menurun drastis, namun tak
menuntut kemungkinan, apabila Jakarta (Jawa) kembali mengkhianati orang Aceh,
akan timbul kembali konflik-konflik baru antar kedua etnis tersebut atau lebih.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan permasalahan
mengenai konflik yang terjadi antara Etnis Aceh dengan Jawa, maka dapat
disimpulkan bahwa konflik ini terjadi karena pengkhianatan secara terus menerus
yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia yang mayoritas beretnis Jawa kepada
rakyat Aceh sehingga menimbulkan rasa dendam yang berkepanjangan. Meskipun saat
ini kondisi antar dua belah pihak telah kondusif, konflik tersebut masih akan
tetap muncul kembali jika sikap pengkhianatan tersebut masih tetap ada dan
dilakukan.
3.2 Saran
Untuk menciptakan kondisi yang kondusif
dalam berbangsa dan bernegara serta dalam menjaga persatuan dan kesatuan, maka
penulis menyarankan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut
agar dapat bersikap arif dan bijaksana dalam menyikapi segala permasalahan yang
terjadi.
Daftar Pustaka