Saturday, December 26, 2015


5 Cara Mengatur Waktu Dengan Baik


Sering kali kita temui orang mengatakan “Duh udah sore lagi, kerjaan masih numpuk” atau pernyataan-pernyataan yang lain yang menyatakan bahwa mereka membutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk menyelesaikan pekerjaannya. Mereka merasa bahwa 24 jam dalam sehari itu kurang. Padahal bukan masalah waktu yang menjadi penyebab melainkan belum teraturnya waktu yang mereka gunakan dengan banyaknya pekerjaan yang mereka miliki.
Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan agar Anda dapat mengatur waktu dengan baik.

1. Membuat skala prioritas dari setiap pekerjaan yang Anda miliki
Dengan membuat skala prioritas Anda dapat mengetahui pekerjaan mana yang harus Anda selesaikan terlebih dahulu sehingga tidak akan membuang-buang waktu Anda.

2. Menyusun jadwal kegiatan berdasarkan skala prioritas yang telah Anda buat
Adanya jadwal kegiatan dapat membantu Anda dalam mengefisienkan waktu karena dalam jadwal kegiatan Anda dapat mengetahui berapa lama pekerjaan tersebut harus diselesaikan dan berapa banyak lagi pekerjaan yang harus Anda selesaikan.

3. Jangan menunda-nunda pekerjaan
Menunda sama saja dengan membuang waktu dengan sia-sia. Karenanya segeralah selesaikan pekerjaan yang Anda miliki.

4. Lakukan dengan konsisten
Memang tidak mudah dalam menjaga kekonsistenan, perlu kesungguhan yang kuat dalam menjalaninya. Akan tetapi, tetaplah berusaha karena dengan hal itu Anda dapat menyelesaikan pekerjaan Anda dengan baik.

5. Jangan melakukan sesuatu di luar batas kemampuan
Selesaikanlah pekerjaan Anda sesuai dengan batas kemampuan Anda. Jangan memaksakan semua pekerjaan terselesaikan dalam sehari jika Anda tidak mampu untuk melakukannya. Karena hal tersebut justru dapat mengganggu aktivitas Anda ke depannya.

Itulah beberapa cara yang dapat dilakukan dalam mengefisienkan waktu Anda. Semoga bermanfaat!

Friday, December 25, 2015

MAKALAH
KONFLIK ETNIS ACEH DAN ETNIS JAWA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar
Dibimbing oleh Emilianshah Banowo




Disusun oleh :
Subki Maula Fatah      NPM. 16315689
Kelas: 1TA03



FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015





Kata Pengantar

Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah memberikan berkah, rahmat dan karunia-Nya. Karena itulah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konflik Etnis Aceh dan Etnis Jawa” untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi penulis untuk lebih baik  di masa yang akan datang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, terutama kepada Bapak Emiliansah Banowo selaku dosen mata kuliah Ilmu Sosial Dasar yang telah memberikan pengarahan dan dorongan dalam menyelesaikan makalah ini.





                                                               

                                                                                                            Depok, Desember 2015







BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Seperti yang telah diketahui Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya yang melimpah, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Beragam suku bangsanya pun tak luput dari kekayaan negeri ini. Semakin beranekaragam suku bangsa semakin menambah warisan budaya dari negara tersebut. Akan tetapi, keanekaragaman tersebut bagai pisau bermata dua. Dapat semakin menambah keindahan dari suatu negara atau dapat pula meningkatkan timbulnya pergesekan-pergesekan antar perbedaan yang biasa disebut dengan konflik.
Konflik yang terjadi bermacam-macam. Konflik dapat terjadi dalam segala bidang, antara lain dalam bidang politik, ekonomi, hukum, etnis, sosial dan budaya. Bahkan bidang keagamaan pun tak luput dari adanya konflik. Beragam konflik yang dapat terjadi tersebut tentu bukan kabar baik bagi negara yang memiliki keanekaragaman yang banyak. Namun, mau tidak mau itulah risiko yang harus dihadapi.
Di Indonesia, salah satu konflik yang banyak terjadi adalah konflik etnis. Mulai dari barat sampai timur Indonesia pernah mengalami konflik etnis ini. Konflik Singkil di Aceh, konflik Sampit di Kalimantan, konflik Luwu di Sulawesi, konflik antara Aceh dengan Jawa, dan masih banyak lagi konflik-konflik yang lainnya.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1.      Bagaimana proses terjadinya konflik Etnis Aceh dan Jawa?
2.      Bagaimana langkah yang dilakukan oleh pemerintah untuk menangani konflik Etnis Aceh dan Jawa?
1.3  Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui proses terjadinya konflik Etnis Aceh dan Jawa.
2.      Mengetahui langkah yang dilakukan oleh pemerintah untuk menangani konflik Etnis Aceh dan Jawa.

1.4  Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dalam penulisan makalah ini antara lain:
1.      Bagi penulis pembuatan makalah ini dapat meningkatkan kemampuan ketatabahasaan dalam pembuatan karya tulis.
2.      Bagi pembaca penulisan makalah ini dapat menambah wawasan tentang konflik yang terjadi antara Etnis Aceh dengan Jawa dan cara untuk menangani konflik tersebut.




BAB 2
PEMBAHASAN

2.1    Proses Terjadinya Konflik Etnis Aceh dan Jawa
Konflik antar etnis selalu saja mencari akarnya pada persoalan sosial ekonomi dan budaya seperti halnya konflik Aceh. Studi yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa akar dari semua konflik yang terjadi di Aceh merupakan persoalan ketidakadilan sosial ekonomi dalam proses pemabangunan serta serangkaian tuntutan janji atas hak-hak istimewa yang tidak teralisasi. Beberapa unsur besar tersebut merupakan alasan yang paling logis dibalik catatan perjalanan konflik di Aceh,  Namun demikian, terdapat salah satu bagian terpenting yang menggoreskan fakta sejarah dibalik konflik serta pertikaian yang terjadi dikemudian hari di Aceh. Yakni kebencian suku bangsa Aceh terhadap suatu etnik tertentu, yakni suku Jawa. Memang hal ini sangat jarang dikaitkan sebagai faktor pemicu munculnya konflik Aceh, dan orang cenderung mengabaikan fakta ini. akan tetapi sejarah telah membuktikannya.
Awal kebencian Etnis Aceh terhadap Etnis Jawa terjadi ketika Indonesia masih dalam bentuk kerajaan-kerajaan. Saat itu Kerajaan Samudra Pasai yang berasal dari Aceh diserang oleh Kerajaan Majapahit yang pada dasarnya merupakan kerajaan terbesar di Jawa. Sejak peristiwa tersebut rakyat Aceh menyatakan perang terhadap kerajaan Jawa. Hal ini merupakan bagian kecil dari catatan sejarah mengenai hubungan awal antara Aceh dengan Jawa yang ditandai dengan konflik. Meskipun pada periode tahun-tahun berikutnya kedua etnis ini nyaris tidak pernah melakukan kontak fisik berupa perang dan mulai membangun hubungan melalui bidang penyebaran agama dan perdagangan.
Konflik kembali muncul ketika Aceh tidak masuk ke dalam 10 provinsi yang dibentuk oleh Dewan menteri Republik Indonesia Serikat (RIS). Setelah tidak ditetapkannya Aceh sebagai provinsi dalam RIS, kemudian perdana menteri M.Natsir mengumumkan keputusan pembubaran provinsi Aceh. Kejadian ini membuat rakyat Aceh merasa dikhianati oleh Jawa (demikian orang Aceh menyatakan identitas pemerintah Indonesia). Pasalnya, Aceh yang telah membantu dalam terciptanya kemerdekaan Indonesia merasa tidak dihargai oleh pemerintah. Pengkhianatan tersebut memunculkan sebuah gerakan pemberontakan yang dikenal dengan nama DI/TII. Namun pada bulan April 1957, tuntutan masyarakat Aceh tentang hak menerapkan syariat Islam serta daerah otonomi khusus ditindaklanjuti oleh pemerintah Soekarno. Kemudian ditandatangani perjanjian atau ikrar Lam The sehingga mengakhiri gerakan pemberontakan DI/TII.
Pada tanggal 30 September tahun 1965, tak lama setelah Aceh kembali bergabung kedalam NKRI dengan pemeberian status Daerah Istimewa,  terjadi kudeta politik yang dilakukan oleh Soeharto terhadap Soekarno dengan tuduhan ia terlibat dalam PKI  dan memanfaatkan momentum krisis ekonomi dan politik. Setelah Soeharto berkuasa ternyata ia membuat kebijakan yang sangat sentralistik. Daerah istimewa yang dijanjikan dahulu tidak pernah ditepati dan bahkan dilupakan. Kekecewaan rakyat Aceh terhadap orang Jawa diperkuat oleh penemuan sumber cadanagan minyak dan gas alam terbesar pada tahun 1971 di Lhokseumawe. Empat tahun kemudian Mobil Oil Indonesia perusahaan raksasa yang bermarkas di Amerika serikat diberikan hak untuk mengeksploitasinya. Sehingga kemudian disusul oleh beridirinya perusahaan-perusahaan industri besar seperti PT. PIM, PT AAF, PT KKA dan sejumlah industri hilir lainnya. Meskipun Aceh telah ditetapkan sebagai kawasan ZIL (zona industri Lhoseumawe) namun keuntungan tidak pernah dirasakan oleh rakyat Aceh. Aceh tetap miskin dan masyarakatnya tetap hidup dalam kemiskinan. Seluruh keuntungan mengalir ke pusat. Ekspansi besar-besaran tenaga kerja asing terjadi. Sebagian besar birokrat serta posisi-posisi penting didalam pemerintahan di Aceh dikuasai dan didominasi oleh orang Jawa maka semakin menumbuhkan kebencian orang-orang Aceh terhadap orang jawa.
Kekecewaan demi kekecewaan dirasakan oleh orang Aceh akibat pengkhianatan yang dilakukan oleh Jakarta membuat orang Aceh menyimpan dendam teramat dalam terhadap orang-orang jawa. Puncaknya adalah, lahirnya kembali sebuah gerakan perlawanan yang diberi nama ASLNF (Aceh Sumatera Liberation Front) atau yang sering disebut Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang diproklamirkan oleh Hasan Tiro pada tanggal 4 Desember 1976. Sebuah gerakan perlawanan terhadap pemerintah Indonesia yang oleh orang Aceh menyebutnya pemerintahan Jawa.
Meskipun perlawanan ini dilatarbelakangi oleh aspek politik, Agama dan ekonomi, yaitu penentuan hak otonomi serta eksploitasi hasil Alam yang timpang sehingga membuat orang-orang Aceh tetap berada dibawah garis kemiskinan meskipun kaya akan sumberdaya Alam, serta janji pemerintah atas penerapan syariat Islam di Aceh yang urung terealisasi. namun disamping itu pula, perjuangan ini didasarkan atas kebencian terhadap etnis jawa. Bagi orang Aceh, NKRI adalah milik bangsa Jawa. Karena fakta politik dimasa orde baru etnis jawa mendominasi struktur pemerintahan. GAM membangun rasa benci dengan memanfaatkan sentimen etnis tersebut. Orang jawa merupakan musuh Historis bagi rakyat Aceh. Dalam hal ini, Hasan Tiro membangkitkan kembali sejarah penajajahan Majapahit terhadap Kerajaan Samudera Pasai sehingga permusuhan dengan pihak Jawa merupakan garis merah atas apa yang terjadi pada masa lalu pada bangsa Aceh. Seiring perjalanan waktu, intensitas perang semakin meningkat.
Namun disisi lain, pemerintah penguasa Orde baru sedang giat-giatnya merealisasikan program pembangunan serta penyebaran Transmigrasi terutama yang berasal dari pulau jawa yang kemudian ditempatkan didaerah-daerah. Tak sedikit Transmigaran yang berasal dari pulau jawa membangun pemukiman-pemukiman baru di Aceh. Hal ini semakin menambah kemarahan orang Aceh terhadap Jawa dan tak jarang selama kurun waktu tahun 80-90-an para Transmigran menjadi sasaran amarah masyarakat Aceh terutama sekali GAM. Para transmigran banyak yang mendapat perlakuan tidak manusiawai mulai dari penganiayaan, penculikan terhadap etnis Jawa pembakaran rumah hingga kehilangan nyawa. Hal ini yang kemudian membuat orang-orang Jawa transmigran merasa terancam hidupnya dan bahkan kebanyakan dari mereka memilih keluar dari Aceh.
Ketika itu orang Aceh sanagat membenci orang Jawa. Bagi orang Aceh, jawa adalah bangsa pengkhianat, meskipun sebenarnya yang patut dibenci adalah oknum pemerintah Indonesia, yang dominan di tempati oleh orang-orang yang beretnis Jawa, namun para transmigran pula tak luput dari teror serta ancaman dan intimidasi. Karena orang  Aceh beranggapan, semua orang jawa adalah penipu, sehingga orang-orang Aceh terutama GAM, telah mempersepsikan atau memaknai negatif secara umum terhadap etnis Jawa.


2.2    Langkah yang Dilakukan oleh Pemerintah untuk Menangani Konflik Etnis Aceh dan Jawa
Setelah melakukan perlawanan selama kurang lebih 30 tahun lamanya yang mengorbankan ribuan nyawa baik dikedua belah pihak dan terutama sekali rakyat sipil akhirnya pihak-pihka berkonflik yakni GAM dan RI bersepakat melakukan genjatan senjata dan menempuh jalur damai untuk menyelesaikan konflik. Untuk menghindari jatuhnya kembali korban dari rakyat sipil. Terlebih ketika itu tanggal 26 Desember tahun 2004 Aceh dilanda musibah Gempa dan Tsunami sehingga pihak-pihak berkonflik didesak untuk mengakhiri perang.
Pada Agustus 2005 pihak pemerintah Indonesia dan GAM bersepakat menandatangani perjanjian damai di Helsinki Finlandia, yang kemudian melahirkan nota kesepahaman bersama atau yang biasa dikenal MoU Helsinki. Akan tetapi, setelah damai pun sikap sentimen terhadap etnis Jawa pun tetap ditunujukan oleh orang Aceh. Bukti nyatanya adalah, masih terjadinya tindak kekerasan dan pembunuhan terhadap etnis Jawa yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu meskipun bukan dilatarbelakangi oleh faktor etnisitas, namun tetap orang Jawa yang menjadi sasarannya. Meskipun kini, eskalasi kebencian telah menurun drastis, namun tak menuntut kemungkinan, apabila Jakarta (Jawa) kembali mengkhianati orang Aceh, akan timbul kembali konflik-konflik baru antar kedua etnis tersebut atau lebih.

                                                                                      
  




BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan permasalahan mengenai konflik yang terjadi antara Etnis Aceh dengan Jawa, maka dapat disimpulkan bahwa konflik ini terjadi karena pengkhianatan secara terus menerus yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia yang mayoritas beretnis Jawa kepada rakyat Aceh sehingga menimbulkan rasa dendam yang berkepanjangan. Meskipun saat ini kondisi antar dua belah pihak telah kondusif, konflik tersebut masih akan tetap muncul kembali jika sikap pengkhianatan tersebut masih tetap ada dan dilakukan.  
3.2  Saran
Untuk menciptakan kondisi yang kondusif dalam berbangsa dan bernegara serta dalam menjaga persatuan dan kesatuan, maka penulis menyarankan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut agar dapat bersikap arif dan bijaksana dalam menyikapi segala permasalahan yang terjadi.





  




Daftar Pustaka
Ramadhana, Muhammad. 2013. Analisis konflik Etnis Aceh dan Jawa (Membuka Kembali Fakta Kebencian Orang-orang Aceh Terhadap Orang Jawa) Kajian dari Perspektif Sosiologi Konflik (online). http://himasos-unimal.blogspot.co.id/2013/10/analisiskonflik-etnis-aceh-dan-jawa.html  , 16 Desember 2015.